Universitas Zurich telah mengambil langkah tegas dengan menghentikan pengiriman data mereka ke Times Higher Education (THE) World University Rankings dan turunannya. Langkah ini diambil sebagai bentuk protes terhadap sistem pemeringkatan yang dinilai terlalu mengutamakan aspek kuantitatif, yang berpotensi mengesampingkan esensi dari pencapaian akademis dan penelitian. Universitas menegaskan komitmennya pada prinsip Open Science dan peningkatan kualitas penelitian, yang mereka anggap tidak bisa sepenuhnya diwakili oleh nilai numerik yang dihasilkan dari pemeringkatan tersebut.
Pernyataan dari Universitas Zurich menyoroti bahwa indikator yang digunakan dalam pemeringkatan tersebut kurang mampu mencerminkan keragaman dan kompleksitas dari kontribusi sebuah universitas terhadap dunia pendidikan dan penelitian. Kritik ini bukanlah hal baru dalam dunia akademis. Beberapa institusi ternama lainnya, termasuk Institut Teknologi India (IIT) di berbagai kota seperti Bombay, Madras, dan Delhi, telah lebih dulu menarik diri dari pemeringkatan Times Higher Education (THE) World University Rankings sejak 2020, menyusul Universitas Renmin Tiongkok, Universitas Nanjing, dan Universitas Lanzhou pada tahun 2022, serta Universitas Utrecht pada tahun 2023, dengan alasan serupa.
Baca juga:
UB Kukuhkan Profesor FIA dan FEB
|
Keputusan ini menggambarkan kekhawatiran yang lebih luas terhadap sistem pemeringkatan global yang cenderung mendorong universitas untuk fokus pada peningkatan kuantitas output—seperti jumlah publikasi—dibandingkan dengan meningkatkan kualitas penelitian. Hal ini dapat mempengaruhi prioritas dan alokasi sumber daya di universitas, serta potensial mengabaikan nilai-nilai penting seperti originalitas dan dampak jangka panjang dari penelitian.
Sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip Open Science, University of Zurich menandatangani Perjanjian Reformasi Penilaian Penelitian, yang didukung oleh Science Europe, Asosiasi Universitas Eropa, dan berbagai organisasi lainnya. Perjanjian ini menekankan pentingnya mengutamakan kualitas dalam penilaian penelitian, dengan tujuan untuk mempromosikan penelitian yang lebih terbuka, transparan, dan dapat direproduksi, yang pada akhirnya berkontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat secara luas.
Langkah yang diambil oleh Universitas Zurich ini merupakan bagian dari usaha lebih luas untuk mendorong perubahan dalam cara penilaian dan pengakuan kontribusi akademis dilakukan, menantang paradigma yang telah lama berdiri dan membuka diskusi tentang bagaimana sistem penilaian yang lebih adil dan representatif dapat dikembangkan.
Disisi lain, kampus-kampus di Indonesia berlomba-lomba mendorong dosen untuk mempublikasikan karya ilmiahnya di Scopus, terperangkap dalam industri jurnal berbayar demi meningkatkan peringkat kampus ke skala internasional yang sebenarnya hanya semu. Banyak pembicara yang menyediakan pelatihan dan keahlian dalam menulis jurnal ilmiah agar diterima di Scopus ternyata melibatkan sebagian besar jurnal yang memerlukan biaya mahal. Jika pola ini terus berlanjut, maka situasi tersebut lebih tepat digambarkan sebagai Money Talk, bukan Quality Talk.
Selain itu, kampus-kampus di negara kita masih bangga dan menjadikan peringkat Webometrics sebagai bahan promosi, bukan kebanggaan atas serapan lulusan yang bekerja sesuai dengan jurusan mereka. Malahan, ada kecenderungan untuk mengabaikan pendataan alumni yang seharusnya menjadi salah satu indikator penting dalam menilai kualitas sebuah institusi pendidikan tinggi.